Etika Bisnis dan Profesi yang Luhur
Etikaadalah “prinsip tingkah laku yang mengatur
individu dan kelompok”.
Profesi adalah bagian dari pekerjaan yang menuntut
seseorang untuk memiliki pengetahuan, keterampilan serta keahlian. Pengetahuan
didapatkan dari pendidikan, khususnya pendidikan formal (lewat teori).
Keterampilan serta keahlian didapat dari pengalaman seseorang (Lewat praktek).
Jadi Etika Profesi adalahprinsip tingkah laku atau aturan yang
dijalankan untuk menjalankan profesinya secara profesional.
CIRI-CIRI PROFESI
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi,
yaitu :
1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini
dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap
pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus
meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu
berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa
keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk
menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
PRINSIP-PRINSIP ETIKA
PROFESI :
1. Tanggung Jawab
- Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
- Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan rang lain atau mastarakat
pada umumnya.
2. Keadilan
Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi
haknya.
3. Otonomi
Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan diberi kebebasan
dalam menjalankan profesinya.
4. Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini merupakan tuntutan kaum profesional atas dirinya sendiri bahwa
dalam menjalankan tugas profesinya ia tidak akan sampai merusak nama baiknya
serta citra dan martabat profesinya.
Bisnis Sebagai Profesi
Luhur :
Sesungguhnya bisnis bukanlah merupakan profesi, kalau bisnis dianggap sebagai
pekerjaan kotor, kendati kata profesi, profesional dan profesionalisme sering
begitu diobral dalam kaitan dengan kegiatan bisnis. Namun dipihak lain tidak
dapat disangkal bahwa ada banyak orang bisnis dan juga perusahaan yg sangat
menghayati pekerjaan dan kegiatan bisnisnya sebagai sebuah profesi. Mereka
tidak hanya mempunyai keahlian dan ketrampilan yang tinggi tapi punya komitmen
moral yang mendalam. Karena itu, bukan tidak mungkin bahwa bisnis pun dapat
menjadi sebuah profesi dlm pengertian sebenar-benarnya bahkan ...SkAnDal EnRon 2003.... (Etika
Bisnis Dan Profesi)
BAB I
PENDAHULUAN
Beberapa
tahun terakhir sangat berarti bagi profesi akuntan dan khususnya para auditor.
Berbagai peristiwa telah memberi tantangan tetapi juga kesempatan dan pertumbuhan
yang besar. Hal ini terjadi karena bursa saham menggelembung di akhir tahun
1990-an, dipicu sebagian oleh spekulasi mengenai masa depan perusahaan
“dotcom”, yang berlanjut dengan penciptaan “ kekayaan di atas kertas ” yang tak
terduga. Hiruk pikuk di pasar keuangan membawa kepada gagasan mengenai “ekonomi
baru” dan tampaknya menimbulkan perilaku egois dari perusahaan Amerika mengenai
“ambil semua yang bisa kau raih, bagaimanapun caranya.”
Gelembung
bursa saham pecah di musim semi tahun 2000, dan pada musim gugur tahun 2001.
Terungkap bahwa eksekutif puncak Enron, raksasa energi yang berpusat di Huston,
Texas telah menipu investor secara curang mengelembungkan profitabilitas
perusahaan dan apapun penyebabnya, Arthur Andersen sebagai kantor akuntan
publik yang telah mengaudit laporan keuangan Enron telah gagal untuk melaporkan
ketidaklayakan sistem akuntansi di Enron.
Kecurangan
akuntansi Enron bukan yang terbesar sepanjang sejarah, tetap mungkin yang
paling terkenal karena mengakibatkan runtuhnya Arthur Anndersen dan memicu
kemarahan yang hebat dari investor, kreditor, pembuat peraturan dan pemerintah.
BAB II
PEMBAHASAN
Enron Corporation adalah sebuah perusahaan energiAmerika yang berbasis di Houston, Texas, Amerika Serikat. Sebelum bangkrutnya pada akhir 2001, Enron mempekerjakan sekitar 21.000 orang pegawai dan
merupakan salah satu perusahaan terkemuka di dunia dalam bidang listrik, gas
alam, bubur kertas dan kertas, serta komunikasi. Enron mengaku penghasilannya
pada tahun 2000 berjumlah $101 milyar. Fortune menamakan Enron "Perusahaan Amerika yang Paling
Inovatif" selama enam tahun berturut-turut.
2.1
TINJAUAN UMUM KASUS ENRON CORPORATION
Sejarah,
kata Francis Fukuyama, telah berakhir dengan kemenangan demokrasi dan pasar
bebas. Kenapa demokrasi Amerika tak bisa mengakhiri sejarah ketamakan manusia
akan uang serta kekuasaan?
Enron
Corp. adalah “pencakar langit” dalam dunia bisnis Amerika, sama seperti Gedung
World Trade Center yang menjulang tinggi di kota New York. Mirip Tragedi WTC,
tapi minus darah dan kematian, Enron menguap jadi debu saat perusahaan itu
menyatakan diri bangkrut pada 2 Desember lalu, kebangkrutan terbesar dalam
sejarah bisnis Amerika sepanjang masa.
Kali
ini, tak ada Usamah bin Ladin atau Al Qaidah yang bisa menjadi kambing hitam.
Publik Amerika dipaksa untuk menuding cacat dalam sistemnya sendiri-sistem
ekonomi maupun politiknya-sebagai “teroris” yang merontokkan Enron secara
mengejutkan itu.
Mengejutkan
dan mencengangkan. Belum lama berselang, perusahaan raksasa energi itu masih
bertengger di peringkat ke-7 dalam “Fortune 500″-daftar perusahaan terkaya dunia versi Majalah Fortune.
Omset bisnisnya pada tahun 2000 lalu tercatat sekitar US$ 100 milyar,
kurang-lebih sama dengan total pendapatan kotor negeri sebesar Indonesia pada
tahun yang sama.
Enron dipandang sukses menyulap diri dari sekadar
perusahaan pipanisasi gas alam di Negara Bagian Texas pada 1985 menjadi raksasa
global dalam beberapa tahun terakhir. Dia membeli perusahaan air minum di
Inggris dan membangun pembangkit listrik swasta di India. Konsep bisnisnya yang
visioner dan futuristik membuat dia menjadi anak emas di lantai bursa Wall
Street. Harga sahamnya terus meroket.
Akhir 1999, Enron meluncurkan EnronOnline yang dianggap
akan mengubah wajah bisnis energi masa depan. Memanfaatkan Internet, divisi
e-commerce itu membeli gas, air minum dan tenaga listrik dari produsen dan
menjualnya kepada pelanggan atau distributor besar. Enron bahkan memperluas
wilayah: membangun jaringan telekomunikasi berkecepatan tinggi serta bertekad
menjual bandwidth jaringan itu seperti dia menjual gas dan listrik. Setelah itu mungkin dia akan jual-beli online untuk kertas daur
ulang pabrik miliknya.
Tak lama setelah dia memasuki bisnis jasa
video-on-demand-menjual tayangan video kepada pelanggan via sambungan internet
kecepatan tinggi–harga saham Enron mencapai puncaknya, US$ 90 per lembar, pada
Agustus 2000. Meski kemudian merosot bersama jatuhnya saham-saham teknologi dan
internet lain, pertengahan tahun lalu nilai pasar Enron (jumlah lembar saham
dikalikan harganya) masih berkisar US$ 60 milyar, atau dua kali lipat anggaran
belanja Indonesia.
Miliaran dolar menguap
hampir seketika. Pada Oktober 2001 Enron menjatuhkan bom di Wall Street dengan
melaporkan kerugian ratusan juta dolar pada kwartal itu. Sangat mengejutkan
karena Enron hampir selalu membawa berita gembira ke lantai bursa dengan selama
empat tahun berturut-turut melaporkan keuntungan. Kabar buruk itu membanting
harga saham Enron dari sekitar US$ 30 menjadi US$ 10 per lembar, hanya dalam
hitungan hari.
Securities Exchange
Commission (SEC), badan pengawas pasar modal, membaui ada yang tidak beres dan
mulai menggelar penyidikan. Dalam kondisi terdesak, Enron menjatuhkan bom lebih
dahsyat lagi ke lantai bursa ketika pada 8 November mengakui bahwa
keuntungannya selama ini adalah fiksi belaka. Enron merevisi laporan keuangan
lima tahun terakhir dan membukukan kerugian US$ 586 juta serta tambahan catatan
utang sebesar US$ 2,5 miliar.
Harga saham Enron makin
berkeping. Namun, pada akhir November, Enron sedikit bisa bernafas lega ketika
Dynegy Inc, pesaingnya yang jauh lebih kecil, berniat membeli sahamnya dalam
sebuah kesepakatan merger. Harapan itu tak berumur lama. Spiral kematian terus
berlanjut. Dynegy mundur setelah Enron makin kehilangan kepercayaan investor
dan rating kreditnya jatuh ke titik terendah-berstatus “junk-bond”.
Dalam sebuah hari yang
paling “berdarah”, ketika tak kurang seperempat milyar lembar sahamnya
dipertukarkan di lantai bursa, harga Enron meluncur ke dasar jurang. Hanya
puluhan sen nilainya. Beberapa hari kemudian Enron menyerah: mengajukan petisi
bangkrut.
Seperti timbunan besi dan
beton bekas bangunan WTC di Manhattan, Enron adalah puing berdebu sekarang. Tapi,
cerita tak berakhir di situ.
Punahnya Enron
meninggalkan kerugian milyaran dolar bagi investor. Sertifikat saham mereka tak
lagi punya nilai-mungkin hanya layak dipajang dalam pigura untuk mengenang
salah satu skandal keuangan terbesar di awal abad ini. Skandal Enron lebih
dahsyat dari Skandal Saham Bre-X di Bursa Kanada beberapa tahun lalu. Saham
Bre-X meroket hanya untuk terjun bebas setelah perusahaan itu mengaku bahwa
tambang emasnya di Busang, Kalimantan, terbukti palsu.
Kolapsnya Enron juga
mengguncang neraca keuangan para kreditornya yang harus gigit jari meski telah
mengucurkan milyaran dolar-JP Morgan Chase dan Citigroup adalah dua kreditor
terbesarnya.
Hujan tangis mewarnai
dengar pendapat dalam sebuah komite kongres awal Januari ini ketika para
karyawan Enron dan investor kecil-kecilan mengisahkan bagaimana simpanan hari
tua mereka musnah hampir seketika. Sebagian besar dana pensiun dan tabungan
20.000 karyawan Enron terikat dalam saham yang kini tiada nilai.
Beberapa pekan sebelum
bangkrut, Enron juga memecat sekitar 5.000 karyawannya, dari teknisi komputer
di Texas hingga pendaur-ulang kertas di New Jersey, menambah beban pengangguran
di Amerika yang sekarang sudah mencapai tingkat terburuk dalam 25 tahun
terakhir.
Dengan dampak demikian luas, drama sebenarnya-juga
sirkus–bahkan baru saja dimulai. Skandal Enron menemukan bentuk barunya di
panggung pertempuran hukum yang luas, baik pidana maupun perdata. Implikasi politiknya terbukti telah ikut mengguncang sekaligus
Gedung Putih dan Capitol Hill (Gedung Kongres).
Departemen Kehakiman kini menyidik kemungkinan adanya
aspek pidana dalam kasus itu. Empat
komite kongres, semacam panitia khusus (pansus) DPR di sini, giat mengaduk apa
yang tersembunyi. Dan Departemen Tenaga Kerja mencoba mencari siapa yang
bertanggungjawab atas kerugian besar para karyawan.
Salah satu episode paling menarik akan dipertontonkan 4
Februari mendatang ketika sebuah komite kongres mengundang aktor utama dalam
drama ini: Kenneth L. Lay, presiden komisaris sekaligus direktur Enron. Ken Lay
akan ditanyai banyak hal. Salah satunya: bagaimana bisa dia meraup untung
ratusan juta dolar dari penjualan saham Enron sementara ribuan karyawan nyaris
kiamat hidupnya tanpa perlindungan?
Sejak akhir tahun 2000, ketika harga saham Enron di posisi
puncak, para eksekutif menjual saham yang mereka miliki dengan total nilai US$
1,1 milyar. Selama empat tahun terakhir, Ken sendiri diperkirakan meraup untung
US$ 205 juta dari penjualan sahamnya. Dalam kurun yang sama dia membujuk
karyawan dan investor untuk membeli saham Enron, antara lain dengan iming-iming
laporan keuangan yang menjanjikan tapi palsu itu.
Bahkan pada 26 September 2001, ketika harga saham jatuh
menjadi US$ 25 per lembar, Ken Lay masih mencoba menghibur karyawan untuk tidak
menjualnya, sebaliknya membujuk mereka membeli. Dalam e-mail yang dikirimkan
kepada para karyawan yang risau, dia mengatakan perusahaan dalam kondisi sehat
secara keuangan dan bahwa harga saham Enron “luar biasa murah” dalam posisi
itu. Namun, hanya beberapa pekan kemudian, Enron melaporkan kerugian yang
bermuara pada kebangkrutannya. Para karyawan tak bisa menjual saham mereka
sampai semuanya sudah terlambat: Enron kehilangan nilai sama sekali.
Pertanyaan penting lain akan menyangkut inti dari skandal
ini: Mengapa Lay membolehkan para eksekutif Enron membentuk sejumlah perusahaan
rekanan rahasia dengan institusi di luar yang tidak jelas reputasinya? Tidakkah
dia dan dewan direksi mengeduk keuntungan dari perusahaan rekanan itu,
sekaligus menyembunyikan hutang Enron di situ sehingga neraca keuangan Enron
tetap nampak manis padahal kenyataannya busuk?
Pertanyaan serupa akan diajukan para penyidik kepada para
eksekutif di Arthur Andersen, perusahaan akuntan publik yang memeriksa laporan
keuangan Enron. Bagaimana
bisa mereka kecolongan selama beberapa tahun tanpa menandai penyimpangan dalam
akutansi Enron yang agresif, bahkan kriminal itu? Seberapa banyak Andersen tahu tentang pemusnahan sejumlah
dokumen audit Enron oleh salah satu auditornya? Pertanyaan yang lebih kejam:
tidakkah Andersen ikut terlibat mempermak laporan keuangan mengingat Enron
membayar mahal perusahaan itu-US$ 52 juta pada tahun 2000-tak hanya untuk jasa
audit tapi juga jasa konsultasi?
Tapi, soal bisa akan
lebih sederhana andai saja hanya Ken Lay, atau Arthur Andersen, yang bisa jadi
kambing hitam. Skandal Enron tak sesederhana itu.
Jebolnya pertahanan
berlapis, Majalah Newsweek menulis, skandal ini cukup menakutkan. Yakni
kegagalan sistemik, sesuatu yang sebenarnya tercermin jelas dalam Tragedi 11
September. Saat itu, semua perangkat seperti bisu dan tuli tak bisa mencegah
teroris membajak empat pesawat, menabrakkannya ke pencakar langit dan membunuh
ribuan orang. Dalam kasus Enron, sistem kontrol berlapis-lapis tidak bisa
mencegah segelintir orang memuaskan ketamakan di atas penderitaan banyak orang.
Para direktur perusahaan
publik punya kewajiban legal dan moral untuk memberikan data keuangan yang
jujur-para direksi Enron tidak melakukannya.
Fungsi auditor independen
tak hanya memastikan bahwa laporan keuangan sebuah perusahaan sesuai dengan
aturan dan standar akutansi, tapi juga memberi investor maupun kreditor
gambaran yang fair serta akurat tentang apa yang terjadi. Andersen gagal di dua
lapangan itu.
Para analis di Wall Street diharapkan menyiangi secara
kritis apa yang tersembunyi di balik angka-angka-tak satupun melakukannya.
Bahkan nyaris tak satu pun para wartawan bisnis-pilar keempat demokrasi-mampu
mengendus keanehan Enron sampai kebusukan telah demikian menusuk hidung.
Skandal Enron tak hanya menyangkut
episode ketika perusahaan itu rontok tiba-tiba. Tapi, juga misteri bagaimana dia mencuat
menjadi raksasa yang meteorik. Dan ini merupakan bagian yang lebih menakutkan
lagi karena menyangkut aspek politik dan ekonomi lebih luas, tak sekadar sektor
keuangan.
Tuntutan hukum terhadap para direktur Enron, setelah
skandal tersebut, sangat menonjol karena para direkturnya menyelesaikan
tuntutan tersebut dengan membayar sejumlah uang yang sangat besar secara
pribadi. Selain itu, skandal tersebut menyebabkan dibubarkannya perusahaan
akuntansi Arthur Andersen, yang akibatnya dirasakan di kalangan dunia
bisnis yang lebih luas, seperti yang digambarkan secara lebih terinci di bawah.
Enron masih ada sekarang
dan mengoperasikan segelintir aset penting dan membuat persiapan-persiapan
untuk penjualan atau spin-off sisa-sisa bisnisnya. Enron muncul dari
kebangkrutan pada November 2004 setelah salah satu kasus kebangkrutan terbesar
dan paling rumit dalam sejarah AS. Sejak itu, Enron menjadi lambang populer
dari penipuan dan korupsi korporasi yang dilakukan secara sengaja.Para pemegang saham Enron Corp dan investor
akan membagi dana lebih dari USD7,2 miliar dari lembaga keuangan yang dituduh
berperan dalam kejatuhan raksasa energi itu.
Dana penyelesaian ini merupakan yang terbesar dalam sejarah kasus kecurangan
keuangan Amerika Serikat. Jumlah USD7,2 miliar itu terus membengkak sejak 2002,
dari bertambahnya bunga dan termasuk biaya sebesar USD688 juta untuk biaya
pengacara.
2.2
TANGGAPAN PUBLIK PASCA KASUS ENRON CORPORATION
Sebagaimana
diketahui, kasus Enron muncul menyebabkan indeks pasar modal Amerika jatuh
sampai 25%. Untungnya pemerintah federal bertindak
cepat sebelum sistem ekonomi kapitalis yang ditopang oleh sistem “utang”
melalui “pasar modal” itu hancur. Pemerintah berupaya mengangkat kembali
kepercayaan pasar terhadap sistem itu dan waktu itu Presiden George W Bush
bersengaja datang ke lantai Bursa Efek New York (New York Stock Exchange)
membuka pasar trading waktu itu dan menunjukkan komitmen pemerintah federal
untuk memperbaiki martabat pasar modal terutama menghindari praktik praktik
kecurangan yang semakin banyak terjadi waktu itu.
Pada
saat yang bersamaan Kongres Amerika juga bertindak cepat. Senator Sarbanes dan
Oxley berinisiatif untuk menyusun Undang Undang tentang Pertanggungjawaban
Perusahaan Public dan akhirnya dengan cepat draft itu disetujui kongres dan
langsung diundangkan Presiden Bush pada akhir tahun 2001 dan menjadi efektif
berlaku saat itu. Sarbanes Oxley Act ini sangat mempengaruhi professi akuntan
dan pasar modal sehingga saat ini menjadi isu yang menjadi perhatian dalam
setiap kegiatan akuntansi karena mempengaruhi professi, auditor, manajemen dan
kelembagaan.
Sebagaimana
diketahui Sarbanes Oxley Act ini mewajibkan semua pihak untuk menjaga dan
melindungi perusahaan dari praktik kecurangan sehingga manajemen, akuntan
diminta untuk membuat surat pernyataan dan menjamin agar pelaksanaan internal
control yang dapat menghindari kecurangan itu diterapkan. Memang selama ini
bukan berarti konsep dan sistem control itu tidak ada. Namun karena berbagai factor psikologis dan dorongan
motivasi ekonomis maka hal itu sering diabaikan demi untuk memenuhi dan
memuaskan kepentingan pribadi pihak yang ikut bermain di pasar modal.
Tanggungjawab manajemen ditingkatkan, sistem pengawasan dan fungsi komite audit
diperberat dan professi akuntan independent di tata kembali, dan pemantau
independent perusahaan publikpun Public Company Accounting Oversight Board
(PCAOB) di bentuk.
Tentang
akuntan misalnya dibatasi jasa yang boleh diberikan kantor akuntan, lama
memberikan jasa dibatasi sehingga harus dilakukan rotasi dalam jangka waktu 5
tahun, kualitas pengungkapan di perketat dan hukuman yang melanggarnya juga
diperberat. Ketentuan ini tentu berlaku bagi semua perusahaan yang terdaftar di
pasar bursa Amerika dan juga bagi perusahaan yang lain yang beroperasi di luar
negeri atau perusahaan lain dari luar Amerika yang mendaftarkan sahamnya untuk
diperdagangkan di Amerika. Ketentuan ini sedikit banyaknya mempengaruhi
professi akuntan di Tanah Air.
Salah
satu hal yang ditekankan pasca Skandal Enron atau pasca Sarbanes Oxley Act ini
adalah perlunya Etika Professi. Selama ini bukan berarti etika professi tidak
penting bahkan sejak awal professi akuntan sudah memiliki dan terus menerus
memperbaiki Kode Etik Professinya baik di USA maupun di Indonesia. Etika adalah
aturan tentang baik dan buruk. Kode etik mengatur anggotanya dan menjelaskan
hal apa yang baik dan tidak baik dan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan
sebagai anggota professi baik dalam berhubungan dengan kolega, langganan,
masyarakat dan pegawai. Kenyataannya konsep etika yang selama ini dijadikan
penopang untuk menegakkan praktik yang sehat yang bebas dari kecurangan
tampaknya tidak cukup kuat menghadapi sifat sifat “selfish dan egois”,
kerakusan ekonomi yang dimiliki setiap pelaku pasar modal, dan manajemen yang
bermoral rendah yang hanya ingin mementingkan keuntungan ekonomis pribadinya.
Walaupun
semakin banyak aturan yang dikeluarkan oleh Standard Setting Body seperti FASB
(Financial Accounting Standard Board) atau Regulator pemerintah seperti SEC
(Security Exhange Commission) namun kecurangan selalu dapat ditutupi dan dicari
celah sehingga sampai pada puncaknya dimana kecurangan itu terungkap dan
menyebabkan kerugian semua pihak terutama investor dan berakibat pada hilangnya
kepercayaan masyarakat kepada professi akuntan dan sistem pasar modal.
Untuk
itulah maka profesi Akuntansi harus berupaya menguak semua kemungkinan
kecurangan yang ditimbulkan oleh informasi akuntansi melalui laporan keuangan.
Akuntansi/Auditing harus bisa menyusun sistem sehingga bisa menghindari,
mendeteksi, menemukan, menetapkan pelakunya, menyiapkan investigasi dan bahkan
membantu membawanya ke pengadilan. Penyusunan
sistem merupakan bidang sistem pengawasan atau Internal Management Control
System yang meliputi misalnya internal audit system, internal audit charter,
audit committee, independent audit dan sebagainya. Sedangkan akuntansi/auditing
harus bisa menditeksi, menemukan segala bentuk kecurangan, jenis dan tata cara
yang dilakukan melalui laporan keuangan, serta bisa membawanya ke pengadilan.
Dari
kisah ini dapat kita tarik pelajaran bahwa memang dalam system sekuler dimana
moral dinomor duakan maka akan besar peluang munculnya godaan yang
mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Di Amerika dengan keluarnya UU Sarbanes
Oxley (SOA) itu ternyata dapat mengerem semakin terpuruknya kepercayaan publik
terhadap profesi akuntan. Nah di Indonesia kita tidak memiliki UU seperti SOA
ini dan sebenarnya kita memiliki banyak UU yang sejalan dengan upaya
pemberantasan kecurangan, korupsi ini. Bahkan kita banyak sekali memiliki
aparat pengawas, auditor dan pemeriksa seperiti BPK, BPKP, Inspektorat, KPK
Bawasda dan sebagainya namun kenyataannya praktik korupsi semakin marak dengan
gaya yang berbeda. Akuntan selaku bagian dari upaya dalam menegakkan Good
governance di Indonesia perlu menyusun strategi bagaimana peran yang akan
dilakukannya untuk mencegah praktik korupsi dan pemborosan yang terjadi di negara ini.
BAB III
KESIMPULAN
Kasus
Enron Corporation terjadi akibat keegoisan satu pihak terhadap pihak lain,
dalam hal ini pihak-pihak yang selama ini diuntungkan atas penipuan laporan
keuangan terhadap pihak yang telah tertipu. Untuk itulah kode etik profesi
harus dibuat untuk menopang praktik yang sehat bebas dari kecurangan. Kode etik
mengatur anggotanya dan menjelaskan hal apa yang baik dan tidak baik dan mana
yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebagai anggota professi baik dalam
berhubungan dengan kolega, langganan, masyarakat dan pegawai.
Sumber
:
http://wen2cool.blogspot.com/
2. menjadi sebuah profesi luhur.
Sumber=http://abiyogapradipta.blogspot.com/2009/11/etika-bisnis-dan-profesi-yang-luhur.html
Etika Bisnis dan Profesi , Sebuah Kepatutan
Memegang teguh etika adalah keniscayaan karena
tanpa etika, profesi tidak dapat dipercaya oleh kalangan bisnis.
Ketidakpercayaan mengakibatkan bisnis menjadi terhambat dan macet. Macetnya
bisnis berbagai perusahaan berdampak pada ekonomi negara. Demikian penuturan
Drs I Cenik Ardana, Ak, MM, dosen tetap Fakultas Ekonomi Universitas
Tarumanagara dalam bedah buku ”Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan Membangun Manusia
Seutuhnya” pada Jumat, 8 Mei 2009 di Ruang Seminar
Gedung A Lantai III.
Acara Bedah Buku yang merupakan hasil kerja sama antara Jurusan Akuntansi dan
Manajemen ini dihadiri oleh 60 peserta yang terdiri atas mahasiswa dan dosen.
Acara dibuka langsung oleh Dekan FE UNTAR Prof. Dr. Sukrisno Agoes, Ak, MM.
Pada sambutannya, Dekan berpesan agar acara ini dapat memacu rekan-rekan
dosen lainnya untuk turut menulis buku, tidak semata motivasi finansial saja
tetapi juga tanggung jawab selaku pendidik yang mau berbagi pengalaman kepada
anak didik dan masyarakat luas.
Pada bagian lain uraiannya, Drs I Cenik Ardana, Ak, MM yang berkolaborasi
dengan Prof Dr Sukrisno Agoes, Ak, MM, dekan FE UNTAR dalam penyusunan buku
ini, menjelaskan bahwa etika dapat dibagi atas etika teoritis dan terapan.
Etika teoritis menyangkut hakikat alam semesta, manusia, filsafat, agama,
etika, hukum dan teori etika. Etika terapan meliputi bisnis dan profesi. Etika
bisnis terkait dengan ekonomi, bisnis, stakeholders, GCG, CSR, prinsip etika
bisnis dan etika lingkungan.
Dalam kaitannya dengan pembangunan manusia yang utuh, Drs I Cenik Ardana,
MM, Ak membagi ke dalam dua paradigma yaitu manusia tidak utuh dan utuh.
Paradigma manusia tidak utuh adalah manusia yang kaya tapi tidak bahagia, makan
enak tapi kurang olah raga. Manusia utuh adalah manusia yang bahagia, makan
sehat dan olah raga.
Lebih lanjut Drs I Cenik Ardana, MM, Ak
juga mengemukakan mengenai model 4 dimensi bisnis spiritual yaitu paradigma
perusahaan tercerahkan sebagai pengembangan model 3 dimensi CSR. Keempat
dimensi tersebut adalah pemujaan kepada Tuhan (God Devotion), planet
(conservation), laba (profit) dan kemakmuran (prosperous/society).
Di Fakultas Ekonomi UNTAR, Etika Bisnis dan
Profesi adalah mata kuliah yang diajarkan kepada mahasiswa. Ini tidak lepas
dari suatu harapan bahwa mahasiswa yang nantinya akan menjadi pelaku bisnis
dapat menjadi manusia yang utuh, yang beretika, yang tidak hanya cerdas secara
intelektual tapi juga emosional dan spiritual. Sebuah cita-cita mulia.
http://www.tarumanagara.ac.id/index.aspx?n=48&s=371
Etikaadalah “prinsip tingkah laku yang mengatur
individu dan kelompok”.
Profesi adalah bagian dari pekerjaan yang menuntut
seseorang untuk memiliki pengetahuan, keterampilan serta keahlian. Pengetahuan
didapatkan dari pendidikan, khususnya pendidikan formal (lewat teori).
Keterampilan serta keahlian didapat dari pengalaman seseorang (Lewat praktek).
Jadi Etika Profesi adalahprinsip tingkah laku atau aturan yang
dijalankan untuk menjalankan profesinya secara profesional.
CIRI-CIRI PROFESI
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi,
yaitu :
1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini
dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap
pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus
meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu
berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa
keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk
menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
PRINSIP-PRINSIP ETIKA
PROFESI :
1. Tanggung Jawab
- Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
- Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan rang lain atau mastarakat
pada umumnya.
2. Keadilan
Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi
haknya.
3. Otonomi
Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan diberi kebebasan
dalam menjalankan profesinya.
4. Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini merupakan tuntutan kaum profesional atas dirinya sendiri bahwa
dalam menjalankan tugas profesinya ia tidak akan sampai merusak nama baiknya
serta citra dan martabat profesinya.
Bisnis Sebagai Profesi
Luhur :
Sesungguhnya bisnis bukanlah merupakan profesi, kalau bisnis dianggap sebagai
pekerjaan kotor, kendati kata profesi, profesional dan profesionalisme sering
begitu diobral dalam kaitan dengan kegiatan bisnis. Namun dipihak lain tidak
dapat disangkal bahwa ada banyak orang bisnis dan juga perusahaan yg sangat
menghayati pekerjaan dan kegiatan bisnisnya sebagai sebuah profesi. Mereka
tidak hanya mempunyai keahlian dan ketrampilan yang tinggi tapi punya komitmen
moral yang mendalam. Karena itu, bukan tidak mungkin bahwa bisnis pun dapat
menjadi sebuah profesi dlm pengertian sebenar-benarnya bahkan ...SkAnDal EnRon 2003.... (Etika
Bisnis Dan Profesi)
BAB I
PENDAHULUAN
Beberapa
tahun terakhir sangat berarti bagi profesi akuntan dan khususnya para auditor.
Berbagai peristiwa telah memberi tantangan tetapi juga kesempatan dan pertumbuhan
yang besar. Hal ini terjadi karena bursa saham menggelembung di akhir tahun
1990-an, dipicu sebagian oleh spekulasi mengenai masa depan perusahaan
“dotcom”, yang berlanjut dengan penciptaan “ kekayaan di atas kertas ” yang tak
terduga. Hiruk pikuk di pasar keuangan membawa kepada gagasan mengenai “ekonomi
baru” dan tampaknya menimbulkan perilaku egois dari perusahaan Amerika mengenai
“ambil semua yang bisa kau raih, bagaimanapun caranya.”
Gelembung
bursa saham pecah di musim semi tahun 2000, dan pada musim gugur tahun 2001.
Terungkap bahwa eksekutif puncak Enron, raksasa energi yang berpusat di Huston,
Texas telah menipu investor secara curang mengelembungkan profitabilitas
perusahaan dan apapun penyebabnya, Arthur Andersen sebagai kantor akuntan
publik yang telah mengaudit laporan keuangan Enron telah gagal untuk melaporkan
ketidaklayakan sistem akuntansi di Enron.
Kecurangan
akuntansi Enron bukan yang terbesar sepanjang sejarah, tetap mungkin yang
paling terkenal karena mengakibatkan runtuhnya Arthur Anndersen dan memicu
kemarahan yang hebat dari investor, kreditor, pembuat peraturan dan pemerintah.
BAB II
PEMBAHASAN
Enron Corporation adalah sebuah perusahaan energiAmerika yang berbasis di Houston, Texas, Amerika Serikat. Sebelum bangkrutnya pada akhir 2001, Enron mempekerjakan sekitar 21.000 orang pegawai dan
merupakan salah satu perusahaan terkemuka di dunia dalam bidang listrik, gas
alam, bubur kertas dan kertas, serta komunikasi. Enron mengaku penghasilannya
pada tahun 2000 berjumlah $101 milyar. Fortune menamakan Enron "Perusahaan Amerika yang Paling
Inovatif" selama enam tahun berturut-turut.
2.1
TINJAUAN UMUM KASUS ENRON CORPORATION
Sejarah,
kata Francis Fukuyama, telah berakhir dengan kemenangan demokrasi dan pasar
bebas. Kenapa demokrasi Amerika tak bisa mengakhiri sejarah ketamakan manusia
akan uang serta kekuasaan?
Enron
Corp. adalah “pencakar langit” dalam dunia bisnis Amerika, sama seperti Gedung
World Trade Center yang menjulang tinggi di kota New York. Mirip Tragedi WTC,
tapi minus darah dan kematian, Enron menguap jadi debu saat perusahaan itu
menyatakan diri bangkrut pada 2 Desember lalu, kebangkrutan terbesar dalam
sejarah bisnis Amerika sepanjang masa.
Kali
ini, tak ada Usamah bin Ladin atau Al Qaidah yang bisa menjadi kambing hitam.
Publik Amerika dipaksa untuk menuding cacat dalam sistemnya sendiri-sistem
ekonomi maupun politiknya-sebagai “teroris” yang merontokkan Enron secara
mengejutkan itu.
Mengejutkan
dan mencengangkan. Belum lama berselang, perusahaan raksasa energi itu masih
bertengger di peringkat ke-7 dalam “Fortune 500″-daftar perusahaan terkaya dunia versi Majalah Fortune.
Omset bisnisnya pada tahun 2000 lalu tercatat sekitar US$ 100 milyar,
kurang-lebih sama dengan total pendapatan kotor negeri sebesar Indonesia pada
tahun yang sama.
Enron dipandang sukses menyulap diri dari sekadar
perusahaan pipanisasi gas alam di Negara Bagian Texas pada 1985 menjadi raksasa
global dalam beberapa tahun terakhir. Dia membeli perusahaan air minum di
Inggris dan membangun pembangkit listrik swasta di India. Konsep bisnisnya yang
visioner dan futuristik membuat dia menjadi anak emas di lantai bursa Wall
Street. Harga sahamnya terus meroket.
Akhir 1999, Enron meluncurkan EnronOnline yang dianggap
akan mengubah wajah bisnis energi masa depan. Memanfaatkan Internet, divisi
e-commerce itu membeli gas, air minum dan tenaga listrik dari produsen dan
menjualnya kepada pelanggan atau distributor besar. Enron bahkan memperluas
wilayah: membangun jaringan telekomunikasi berkecepatan tinggi serta bertekad
menjual bandwidth jaringan itu seperti dia menjual gas dan listrik. Setelah itu mungkin dia akan jual-beli online untuk kertas daur
ulang pabrik miliknya.
Tak lama setelah dia memasuki bisnis jasa
video-on-demand-menjual tayangan video kepada pelanggan via sambungan internet
kecepatan tinggi–harga saham Enron mencapai puncaknya, US$ 90 per lembar, pada
Agustus 2000. Meski kemudian merosot bersama jatuhnya saham-saham teknologi dan
internet lain, pertengahan tahun lalu nilai pasar Enron (jumlah lembar saham
dikalikan harganya) masih berkisar US$ 60 milyar, atau dua kali lipat anggaran
belanja Indonesia.
Miliaran dolar menguap
hampir seketika. Pada Oktober 2001 Enron menjatuhkan bom di Wall Street dengan
melaporkan kerugian ratusan juta dolar pada kwartal itu. Sangat mengejutkan
karena Enron hampir selalu membawa berita gembira ke lantai bursa dengan selama
empat tahun berturut-turut melaporkan keuntungan. Kabar buruk itu membanting
harga saham Enron dari sekitar US$ 30 menjadi US$ 10 per lembar, hanya dalam
hitungan hari.
Securities Exchange
Commission (SEC), badan pengawas pasar modal, membaui ada yang tidak beres dan
mulai menggelar penyidikan. Dalam kondisi terdesak, Enron menjatuhkan bom lebih
dahsyat lagi ke lantai bursa ketika pada 8 November mengakui bahwa
keuntungannya selama ini adalah fiksi belaka. Enron merevisi laporan keuangan
lima tahun terakhir dan membukukan kerugian US$ 586 juta serta tambahan catatan
utang sebesar US$ 2,5 miliar.
Harga saham Enron makin
berkeping. Namun, pada akhir November, Enron sedikit bisa bernafas lega ketika
Dynegy Inc, pesaingnya yang jauh lebih kecil, berniat membeli sahamnya dalam
sebuah kesepakatan merger. Harapan itu tak berumur lama. Spiral kematian terus
berlanjut. Dynegy mundur setelah Enron makin kehilangan kepercayaan investor
dan rating kreditnya jatuh ke titik terendah-berstatus “junk-bond”.
Dalam sebuah hari yang
paling “berdarah”, ketika tak kurang seperempat milyar lembar sahamnya
dipertukarkan di lantai bursa, harga Enron meluncur ke dasar jurang. Hanya
puluhan sen nilainya. Beberapa hari kemudian Enron menyerah: mengajukan petisi
bangkrut.
Seperti timbunan besi dan
beton bekas bangunan WTC di Manhattan, Enron adalah puing berdebu sekarang. Tapi,
cerita tak berakhir di situ.
Punahnya Enron
meninggalkan kerugian milyaran dolar bagi investor. Sertifikat saham mereka tak
lagi punya nilai-mungkin hanya layak dipajang dalam pigura untuk mengenang
salah satu skandal keuangan terbesar di awal abad ini. Skandal Enron lebih
dahsyat dari Skandal Saham Bre-X di Bursa Kanada beberapa tahun lalu. Saham
Bre-X meroket hanya untuk terjun bebas setelah perusahaan itu mengaku bahwa
tambang emasnya di Busang, Kalimantan, terbukti palsu.
Kolapsnya Enron juga
mengguncang neraca keuangan para kreditornya yang harus gigit jari meski telah
mengucurkan milyaran dolar-JP Morgan Chase dan Citigroup adalah dua kreditor
terbesarnya.
Hujan tangis mewarnai
dengar pendapat dalam sebuah komite kongres awal Januari ini ketika para
karyawan Enron dan investor kecil-kecilan mengisahkan bagaimana simpanan hari
tua mereka musnah hampir seketika. Sebagian besar dana pensiun dan tabungan
20.000 karyawan Enron terikat dalam saham yang kini tiada nilai.
Beberapa pekan sebelum
bangkrut, Enron juga memecat sekitar 5.000 karyawannya, dari teknisi komputer
di Texas hingga pendaur-ulang kertas di New Jersey, menambah beban pengangguran
di Amerika yang sekarang sudah mencapai tingkat terburuk dalam 25 tahun
terakhir.
Dengan dampak demikian luas, drama sebenarnya-juga
sirkus–bahkan baru saja dimulai. Skandal Enron menemukan bentuk barunya di
panggung pertempuran hukum yang luas, baik pidana maupun perdata. Implikasi politiknya terbukti telah ikut mengguncang sekaligus
Gedung Putih dan Capitol Hill (Gedung Kongres).
Departemen Kehakiman kini menyidik kemungkinan adanya
aspek pidana dalam kasus itu. Empat
komite kongres, semacam panitia khusus (pansus) DPR di sini, giat mengaduk apa
yang tersembunyi. Dan Departemen Tenaga Kerja mencoba mencari siapa yang
bertanggungjawab atas kerugian besar para karyawan.
Salah satu episode paling menarik akan dipertontonkan 4
Februari mendatang ketika sebuah komite kongres mengundang aktor utama dalam
drama ini: Kenneth L. Lay, presiden komisaris sekaligus direktur Enron. Ken Lay
akan ditanyai banyak hal. Salah satunya: bagaimana bisa dia meraup untung
ratusan juta dolar dari penjualan saham Enron sementara ribuan karyawan nyaris
kiamat hidupnya tanpa perlindungan?
Sejak akhir tahun 2000, ketika harga saham Enron di posisi
puncak, para eksekutif menjual saham yang mereka miliki dengan total nilai US$
1,1 milyar. Selama empat tahun terakhir, Ken sendiri diperkirakan meraup untung
US$ 205 juta dari penjualan sahamnya. Dalam kurun yang sama dia membujuk
karyawan dan investor untuk membeli saham Enron, antara lain dengan iming-iming
laporan keuangan yang menjanjikan tapi palsu itu.
Bahkan pada 26 September 2001, ketika harga saham jatuh
menjadi US$ 25 per lembar, Ken Lay masih mencoba menghibur karyawan untuk tidak
menjualnya, sebaliknya membujuk mereka membeli. Dalam e-mail yang dikirimkan
kepada para karyawan yang risau, dia mengatakan perusahaan dalam kondisi sehat
secara keuangan dan bahwa harga saham Enron “luar biasa murah” dalam posisi
itu. Namun, hanya beberapa pekan kemudian, Enron melaporkan kerugian yang
bermuara pada kebangkrutannya. Para karyawan tak bisa menjual saham mereka
sampai semuanya sudah terlambat: Enron kehilangan nilai sama sekali.
Pertanyaan penting lain akan menyangkut inti dari skandal
ini: Mengapa Lay membolehkan para eksekutif Enron membentuk sejumlah perusahaan
rekanan rahasia dengan institusi di luar yang tidak jelas reputasinya? Tidakkah
dia dan dewan direksi mengeduk keuntungan dari perusahaan rekanan itu,
sekaligus menyembunyikan hutang Enron di situ sehingga neraca keuangan Enron
tetap nampak manis padahal kenyataannya busuk?
Pertanyaan serupa akan diajukan para penyidik kepada para
eksekutif di Arthur Andersen, perusahaan akuntan publik yang memeriksa laporan
keuangan Enron. Bagaimana
bisa mereka kecolongan selama beberapa tahun tanpa menandai penyimpangan dalam
akutansi Enron yang agresif, bahkan kriminal itu? Seberapa banyak Andersen tahu tentang pemusnahan sejumlah
dokumen audit Enron oleh salah satu auditornya? Pertanyaan yang lebih kejam:
tidakkah Andersen ikut terlibat mempermak laporan keuangan mengingat Enron
membayar mahal perusahaan itu-US$ 52 juta pada tahun 2000-tak hanya untuk jasa
audit tapi juga jasa konsultasi?
Tapi, soal bisa akan
lebih sederhana andai saja hanya Ken Lay, atau Arthur Andersen, yang bisa jadi
kambing hitam. Skandal Enron tak sesederhana itu.
Jebolnya pertahanan
berlapis, Majalah Newsweek menulis, skandal ini cukup menakutkan. Yakni
kegagalan sistemik, sesuatu yang sebenarnya tercermin jelas dalam Tragedi 11
September. Saat itu, semua perangkat seperti bisu dan tuli tak bisa mencegah
teroris membajak empat pesawat, menabrakkannya ke pencakar langit dan membunuh
ribuan orang. Dalam kasus Enron, sistem kontrol berlapis-lapis tidak bisa
mencegah segelintir orang memuaskan ketamakan di atas penderitaan banyak orang.
Para direktur perusahaan
publik punya kewajiban legal dan moral untuk memberikan data keuangan yang
jujur-para direksi Enron tidak melakukannya.
Fungsi auditor independen
tak hanya memastikan bahwa laporan keuangan sebuah perusahaan sesuai dengan
aturan dan standar akutansi, tapi juga memberi investor maupun kreditor
gambaran yang fair serta akurat tentang apa yang terjadi. Andersen gagal di dua
lapangan itu.
Para analis di Wall Street diharapkan menyiangi secara
kritis apa yang tersembunyi di balik angka-angka-tak satupun melakukannya.
Bahkan nyaris tak satu pun para wartawan bisnis-pilar keempat demokrasi-mampu
mengendus keanehan Enron sampai kebusukan telah demikian menusuk hidung.
Skandal Enron tak hanya menyangkut
episode ketika perusahaan itu rontok tiba-tiba. Tapi, juga misteri bagaimana dia mencuat
menjadi raksasa yang meteorik. Dan ini merupakan bagian yang lebih menakutkan
lagi karena menyangkut aspek politik dan ekonomi lebih luas, tak sekadar sektor
keuangan.
Tuntutan hukum terhadap para direktur Enron, setelah
skandal tersebut, sangat menonjol karena para direkturnya menyelesaikan
tuntutan tersebut dengan membayar sejumlah uang yang sangat besar secara
pribadi. Selain itu, skandal tersebut menyebabkan dibubarkannya perusahaan
akuntansi Arthur Andersen, yang akibatnya dirasakan di kalangan dunia
bisnis yang lebih luas, seperti yang digambarkan secara lebih terinci di bawah.
Enron masih ada sekarang
dan mengoperasikan segelintir aset penting dan membuat persiapan-persiapan
untuk penjualan atau spin-off sisa-sisa bisnisnya. Enron muncul dari
kebangkrutan pada November 2004 setelah salah satu kasus kebangkrutan terbesar
dan paling rumit dalam sejarah AS. Sejak itu, Enron menjadi lambang populer
dari penipuan dan korupsi korporasi yang dilakukan secara sengaja.Para pemegang saham Enron Corp dan investor
akan membagi dana lebih dari USD7,2 miliar dari lembaga keuangan yang dituduh
berperan dalam kejatuhan raksasa energi itu.
Dana penyelesaian ini merupakan yang terbesar dalam sejarah kasus kecurangan
keuangan Amerika Serikat. Jumlah USD7,2 miliar itu terus membengkak sejak 2002,
dari bertambahnya bunga dan termasuk biaya sebesar USD688 juta untuk biaya
pengacara.
2.2
TANGGAPAN PUBLIK PASCA KASUS ENRON CORPORATION
Sebagaimana
diketahui, kasus Enron muncul menyebabkan indeks pasar modal Amerika jatuh
sampai 25%. Untungnya pemerintah federal bertindak
cepat sebelum sistem ekonomi kapitalis yang ditopang oleh sistem “utang”
melalui “pasar modal” itu hancur. Pemerintah berupaya mengangkat kembali
kepercayaan pasar terhadap sistem itu dan waktu itu Presiden George W Bush
bersengaja datang ke lantai Bursa Efek New York (New York Stock Exchange)
membuka pasar trading waktu itu dan menunjukkan komitmen pemerintah federal
untuk memperbaiki martabat pasar modal terutama menghindari praktik praktik
kecurangan yang semakin banyak terjadi waktu itu.
Pada
saat yang bersamaan Kongres Amerika juga bertindak cepat. Senator Sarbanes dan
Oxley berinisiatif untuk menyusun Undang Undang tentang Pertanggungjawaban
Perusahaan Public dan akhirnya dengan cepat draft itu disetujui kongres dan
langsung diundangkan Presiden Bush pada akhir tahun 2001 dan menjadi efektif
berlaku saat itu. Sarbanes Oxley Act ini sangat mempengaruhi professi akuntan
dan pasar modal sehingga saat ini menjadi isu yang menjadi perhatian dalam
setiap kegiatan akuntansi karena mempengaruhi professi, auditor, manajemen dan
kelembagaan.
Sebagaimana
diketahui Sarbanes Oxley Act ini mewajibkan semua pihak untuk menjaga dan
melindungi perusahaan dari praktik kecurangan sehingga manajemen, akuntan
diminta untuk membuat surat pernyataan dan menjamin agar pelaksanaan internal
control yang dapat menghindari kecurangan itu diterapkan. Memang selama ini
bukan berarti konsep dan sistem control itu tidak ada. Namun karena berbagai factor psikologis dan dorongan
motivasi ekonomis maka hal itu sering diabaikan demi untuk memenuhi dan
memuaskan kepentingan pribadi pihak yang ikut bermain di pasar modal.
Tanggungjawab manajemen ditingkatkan, sistem pengawasan dan fungsi komite audit
diperberat dan professi akuntan independent di tata kembali, dan pemantau
independent perusahaan publikpun Public Company Accounting Oversight Board
(PCAOB) di bentuk.
Tentang
akuntan misalnya dibatasi jasa yang boleh diberikan kantor akuntan, lama
memberikan jasa dibatasi sehingga harus dilakukan rotasi dalam jangka waktu 5
tahun, kualitas pengungkapan di perketat dan hukuman yang melanggarnya juga
diperberat. Ketentuan ini tentu berlaku bagi semua perusahaan yang terdaftar di
pasar bursa Amerika dan juga bagi perusahaan yang lain yang beroperasi di luar
negeri atau perusahaan lain dari luar Amerika yang mendaftarkan sahamnya untuk
diperdagangkan di Amerika. Ketentuan ini sedikit banyaknya mempengaruhi
professi akuntan di Tanah Air.
Salah
satu hal yang ditekankan pasca Skandal Enron atau pasca Sarbanes Oxley Act ini
adalah perlunya Etika Professi. Selama ini bukan berarti etika professi tidak
penting bahkan sejak awal professi akuntan sudah memiliki dan terus menerus
memperbaiki Kode Etik Professinya baik di USA maupun di Indonesia. Etika adalah
aturan tentang baik dan buruk. Kode etik mengatur anggotanya dan menjelaskan
hal apa yang baik dan tidak baik dan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan
sebagai anggota professi baik dalam berhubungan dengan kolega, langganan,
masyarakat dan pegawai. Kenyataannya konsep etika yang selama ini dijadikan
penopang untuk menegakkan praktik yang sehat yang bebas dari kecurangan
tampaknya tidak cukup kuat menghadapi sifat sifat “selfish dan egois”,
kerakusan ekonomi yang dimiliki setiap pelaku pasar modal, dan manajemen yang
bermoral rendah yang hanya ingin mementingkan keuntungan ekonomis pribadinya.
Walaupun
semakin banyak aturan yang dikeluarkan oleh Standard Setting Body seperti FASB
(Financial Accounting Standard Board) atau Regulator pemerintah seperti SEC
(Security Exhange Commission) namun kecurangan selalu dapat ditutupi dan dicari
celah sehingga sampai pada puncaknya dimana kecurangan itu terungkap dan
menyebabkan kerugian semua pihak terutama investor dan berakibat pada hilangnya
kepercayaan masyarakat kepada professi akuntan dan sistem pasar modal.
Untuk
itulah maka profesi Akuntansi harus berupaya menguak semua kemungkinan
kecurangan yang ditimbulkan oleh informasi akuntansi melalui laporan keuangan.
Akuntansi/Auditing harus bisa menyusun sistem sehingga bisa menghindari,
mendeteksi, menemukan, menetapkan pelakunya, menyiapkan investigasi dan bahkan
membantu membawanya ke pengadilan. Penyusunan
sistem merupakan bidang sistem pengawasan atau Internal Management Control
System yang meliputi misalnya internal audit system, internal audit charter,
audit committee, independent audit dan sebagainya. Sedangkan akuntansi/auditing
harus bisa menditeksi, menemukan segala bentuk kecurangan, jenis dan tata cara
yang dilakukan melalui laporan keuangan, serta bisa membawanya ke pengadilan.
Dari
kisah ini dapat kita tarik pelajaran bahwa memang dalam system sekuler dimana
moral dinomor duakan maka akan besar peluang munculnya godaan yang
mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Di Amerika dengan keluarnya UU Sarbanes
Oxley (SOA) itu ternyata dapat mengerem semakin terpuruknya kepercayaan publik
terhadap profesi akuntan. Nah di Indonesia kita tidak memiliki UU seperti SOA
ini dan sebenarnya kita memiliki banyak UU yang sejalan dengan upaya
pemberantasan kecurangan, korupsi ini. Bahkan kita banyak sekali memiliki
aparat pengawas, auditor dan pemeriksa seperiti BPK, BPKP, Inspektorat, KPK
Bawasda dan sebagainya namun kenyataannya praktik korupsi semakin marak dengan
gaya yang berbeda. Akuntan selaku bagian dari upaya dalam menegakkan Good
governance di Indonesia perlu menyusun strategi bagaimana peran yang akan
dilakukannya untuk mencegah praktik korupsi dan pemborosan yang terjadi di negara ini.
BAB III
KESIMPULAN
Kasus
Enron Corporation terjadi akibat keegoisan satu pihak terhadap pihak lain,
dalam hal ini pihak-pihak yang selama ini diuntungkan atas penipuan laporan
keuangan terhadap pihak yang telah tertipu. Untuk itulah kode etik profesi
harus dibuat untuk menopang praktik yang sehat bebas dari kecurangan. Kode etik
mengatur anggotanya dan menjelaskan hal apa yang baik dan tidak baik dan mana
yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebagai anggota professi baik dalam
berhubungan dengan kolega, langganan, masyarakat dan pegawai.
Sumber
:
http://wen2cool.blogspot.com/
2. menjadi sebuah profesi luhur.
Sumber=http://abiyogapradipta.blogspot.com/2009/11/etika-bisnis-dan-profesi-yang-luhur.html
Etika Bisnis dan Profesi , Sebuah Kepatutan
Memegang teguh etika adalah keniscayaan karena
tanpa etika, profesi tidak dapat dipercaya oleh kalangan bisnis.
Ketidakpercayaan mengakibatkan bisnis menjadi terhambat dan macet. Macetnya
bisnis berbagai perusahaan berdampak pada ekonomi negara. Demikian penuturan
Drs I Cenik Ardana, Ak, MM, dosen tetap Fakultas Ekonomi Universitas
Tarumanagara dalam bedah buku ”Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan Membangun Manusia
Seutuhnya” pada Jumat, 8 Mei 2009 di Ruang Seminar
Gedung A Lantai III.
Acara Bedah Buku yang merupakan hasil kerja sama antara Jurusan Akuntansi dan
Manajemen ini dihadiri oleh 60 peserta yang terdiri atas mahasiswa dan dosen.
Acara dibuka langsung oleh Dekan FE UNTAR Prof. Dr. Sukrisno Agoes, Ak, MM.
Pada sambutannya, Dekan berpesan agar acara ini dapat memacu rekan-rekan
dosen lainnya untuk turut menulis buku, tidak semata motivasi finansial saja
tetapi juga tanggung jawab selaku pendidik yang mau berbagi pengalaman kepada
anak didik dan masyarakat luas.
Pada bagian lain uraiannya, Drs I Cenik Ardana, Ak, MM yang berkolaborasi
dengan Prof Dr Sukrisno Agoes, Ak, MM, dekan FE UNTAR dalam penyusunan buku
ini, menjelaskan bahwa etika dapat dibagi atas etika teoritis dan terapan.
Etika teoritis menyangkut hakikat alam semesta, manusia, filsafat, agama,
etika, hukum dan teori etika. Etika terapan meliputi bisnis dan profesi. Etika
bisnis terkait dengan ekonomi, bisnis, stakeholders, GCG, CSR, prinsip etika
bisnis dan etika lingkungan.
Dalam kaitannya dengan pembangunan manusia yang utuh, Drs I Cenik Ardana,
MM, Ak membagi ke dalam dua paradigma yaitu manusia tidak utuh dan utuh.
Paradigma manusia tidak utuh adalah manusia yang kaya tapi tidak bahagia, makan
enak tapi kurang olah raga. Manusia utuh adalah manusia yang bahagia, makan
sehat dan olah raga.
Lebih lanjut Drs I Cenik Ardana, MM, Ak
juga mengemukakan mengenai model 4 dimensi bisnis spiritual yaitu paradigma
perusahaan tercerahkan sebagai pengembangan model 3 dimensi CSR. Keempat
dimensi tersebut adalah pemujaan kepada Tuhan (God Devotion), planet
(conservation), laba (profit) dan kemakmuran (prosperous/society).
Di Fakultas Ekonomi UNTAR, Etika Bisnis dan
Profesi adalah mata kuliah yang diajarkan kepada mahasiswa. Ini tidak lepas
dari suatu harapan bahwa mahasiswa yang nantinya akan menjadi pelaku bisnis
dapat menjadi manusia yang utuh, yang beretika, yang tidak hanya cerdas secara
intelektual tapi juga emosional dan spiritual. Sebuah cita-cita mulia.
http://www.tarumanagara.ac.id/index.aspx?n=48&s=371